08596119462

|

muhipa@muhipa.sch.id

Di tengah hiruk-pikuk Kota Palu yang sedang berkembang pada akhir era 1970-an, ketika Indonesia masih merasakan hembusan angin pembangunan Orde Baru, muncul sebuah mimpi sederhana namun visioner dari keluarga besar Muhammadiyah. Organisasi Islam modernis ini, yang telah lama dikenal sebagai pelopor pendidikan di Nusantara, melihat peluang untuk menanamkan benih ilmu pengetahuan dan keterampilan di tanah Sulawesi Tengah. Palu, sebagai pusat provinsi yang kaya akan potensi alam tapi masih kekurangan tenaga ahli, membutuhkan sekolah yang tidak hanya mengajarkan pelajaran, tapi juga membentuk karakter berbasis nilai-nilai Islam. Inilah latar belakang lahirnya SMK Muhammadiyah 1 Palu—atau yang akrab disapa MUHIPA—sebuah perjalanan panjang yang dimulai dari sebuah gedung sederhana dan kini telah menjelma menjadi mercusuar pendidikan vokasi.

Pada 5 Desember 1977, di bawah naungan Persyarikatan Muhammadiyah dan dengan dukungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, sekolah ini resmi berdiri sebagai Sekolah Teknik Menengah (STM) Muhammadiyah Palu. Surat Keputusan Pendirian Nomor 42/01/977 menjadi saksi bisu atas komitmen ini. Tokoh pendiri utama adalah para pemimpin Muhammadiyah setempat, yang dipimpin oleh Drs. Moh. Asfar, BMUE, sebagai kepala sekolah pertama. Lokasinya dipilih strategis di Jalan Letjend Soeprapto No. 69, Kelurahan Besusu Tengah, Kecamatan Palu Timur, sebuah lahan seluas sekitar 7.825 meter persegi yang berbatasan dengan SMP Negeri 14 Palu di utara, rumah warga di timur, TK Muhammadiyah 1 Palu di selatan, dan jalan raya di barat. Saat itu, sekolah masih bernama STM, dengan hanya dua program keahlian awal: Teknik Gambar Bangunan (TGB) dan Teknik Mekanik Otomotif (TMO). Bayangkan, pada hari pertama, ruang kelas masih sepi, hanya diisi oleh segelintir siswa yang haus akan ilmu, dan pengajaran dilakukan sore hari dengan meminjam guru dari sekolah negeri. Fasilitas minim, anggaran pas-pasan, tapi semangat para pendiri tak pernah pudar. Mereka percaya, pendidikan vokasi berbasis Islam bukan hanya soal keterampilan tangan, tapi juga membangun akhlak mulia di hati anak muda Palu.

Masa awal berdiri, dari 1977 hingga 1998, seperti sebuah perjuangan diam-diam di balik layar. Di bawah kepemimpinan Drs. Moh Asfar (1977–1990), sekolah bertahan dalam kondisi statis: jumlah siswa terbatas, infrastruktur sederhana, dan tantangan besar seperti kurangnya guru berkualitas, terutama di bidang informatika yang mulai menjamur. Suwarno, B.Sc, yang menggantikannya (1990–1993), melanjutkan perjuangan itu dengan fokus pada operasional dasar, meski pertumbuhan masih lambat. Lalu datang Dr. H. Muh Hasan Amir (1993–1998), yang berusaha memperkuat fondasi sambil menghadapi keterbatasan lahan dan dana. Akreditasi B yang diraih pada 1 Januari 1990 menjadi titik terang pertama, membuktikan bahwa MUHIPA layak diakui sebagai lembaga berkualitas. Namun, di balik itu, para guru dan siswa harus beradaptasi dengan kelas yang bergantian dan peralatan belajar yang ala kadarnya. Cerita-cerita lama dari alumni menggambarkan bagaimana siswa TGB belajar menggambar denah bangunan di atas kertas bekas, sementara siswa TMO mempraktikkan perbaikan mesin di bengkel darurat. Itulah semangat gotong royong Muhammadiyah: mengubah keterbatasan menjadi pelajaran ketangguhan.

Peralihan menuju era ekspansi dimulai pada 1999, ketika Drs. H. Hamdi Rudji (1999–2006) mengambil alih. Periode ini seperti angin segar; bantuan dari pusat Muhammadiyah mulai mengalir, menambah ruang kelas dan merekrut lebih banyak guru. Jumlah siswa pun naik perlahan, dari puluhan menjadi ratusan. Strategi pemasaran sederhana—like door-to-door ke masyarakat—membuahkan hasil, membuat orang tua Palu semakin percaya bahwa MUHIPA adalah tempat aman untuk anak-anak belajar sambil menguatkan iman. Namun, puncak cerita baru benar-benar terungkap di bawah kepemimpinan Jamaluddin M. Arif, S.Pd., M.Pd (2006–2019). Dengan slogan ikonik “SMK MUHIPA TO BE THE BEST”, beliau mengubah sekolah menjadi arena kompetisi. Program full-day schooling diperkenalkan: pagi dimulai dengan ngaji dan shalat Dhuha, diikuti hafalan Al-Qur’an harian, dan diakhiri dengan bimbingan moral. Jurusan bertambah menjadi lima baru—Farmasi (FARM), Multimedia (MM), Teknik Komputer dan Jaringan (TKJ), Teknik Sepeda Motor (TSM), dan Perbankan Syariah (PBS)—sehingga total tujuh program yang selaras dengan kebutuhan industri. Ekstrakurikuler meledak: Hizbul Wathan untuk kepemimpinan, Tapak Suci untuk disiplin, Robotika Muhipa Club (RMC) untuk inovasi, hingga band dan drum band untuk kreativitas.

Tahun 2017 menjadi momen keemasan: MUHIPA meraih juara keseluruhan Festival dan Olimpiade Seni Siswa Nasional (FLS2N & O2SN) tingkat Sulawesi Tengah, mengalahkan 34 SMK negeri dan swasta lainnya. Bayangkan kegembiraan siswa saat bendera sekolah dikibarkan di puncak! Ini bukan kebetulan; hasil dari integrasi nilai Islam dengan IPTEK, di mana siswa tak hanya mahir coding di lab TKJ, tapi juga hafal surah Yasin untuk menenangkan hati. Pada 2021, babak baru terbuka: MUHIPA ditetapkan sebagai satu-satunya SMK swasta di Sulawesi Tengah yang menjadi SMK Pusat Keunggulan (PK). Ini memicu perubahan nama jurusan—misalnya, Multimedia jadi Desain Komunikasi Visual (DKV), dan Perbankan Syariah jadi Akuntansi Keuangan Lembaga—untuk lebih adaptif dengan era digital. Saat itu, Siti Rahma, S.Pd., MM, mengambil peran kepala sekolah (sejak 2019 hingga kini), membawa angin perubahan dengan visi “Mewujudkan Tamatan yang Berakhlak Mulia, Berkompeten dan Bersaing Secara Global”. Di bawahnya, sekolah kini punya 25 ruang kelas, laboratorium per jurusan, masjid, perpustakaan, dan lapangan olahraga. Jumlah siswa mencapai 732 (data 2019, dan terus tumbuh), dengan 58 guru yang terdiri dari PNS, GTY, dan honorer. Kurikulum 2013 (K13) untuk kelas X-XI dan KTSP untuk XII, semuanya diwarnai program BIMTAQ (Bimbingan Iman dan Taqwa) tahunan, seperti qiyamullail dan safari hafidz di bulan Ramadan.

Hingga kini, di tahun 2025, MUHIPA terus menulis babak barunya. Upacara HUT RI ke-80 dirayakan dengan penuh semangat, dan kegiatan seperti MUHIPA GOT TALENT serta Safety Riding Camp menunjukkan bagaimana sekolah ini tak hanya bertahan, tapi berkembang. Prestasi terbaru termasuk juara 1 Video Marketing dan juara umum 3 Entrepreneurship Education Competition (EDCO) se-Sulawesi Tengah dari jurusan DKV. Misi sekolah—meningkatkan keislaman, integrasi agama-IPTEK, kemitraan dengan industri, dan lingkungan kondusif—telah terbukti menghasilkan lulusan yang 24% di antaranya menjadi wirausaha, siap kerja di bengkel, bank syariah, atau studio desain. Tujuan akhirnya sederhana: mencetak generasi yang tak hanya kompetitif di pasar global, tapi juga kokoh akidahnya, anggun moralnya, dan unggul prestasinya.

Seperti pohon beringin yang tumbuh dari bibit kecil di tanah kering, SMK Muhammadiyah 1 Palu adalah bukti bahwa mimpi Muhammadiyah di Palu bukan sekadar kata-kata. Dari gedung reyot tahun 1977 hingga studio modern seperti Dekave yang diresmikan Wali Kota Palu pada 2024, perjalanan ini mengajarkan satu pelajaran: pendidikan sejati adalah perpaduan antara ilmu, iman, dan ikhtiar. Dan cerita ini, tentu saja, belum berakhir—masih ada babak-babak gemilang yang menanti ditulis oleh generasi mendatang.